DUA PERNYATAAN penting yang sedikit terlihat kalut ditunjukkan Mendiknas dalam menanggapi tersebarnya video porno artis hingga ke ujung negeri. Pertama, Mendiknas tak setuju dengan pendidikan seks dan, kedua, meminta kepada semua kepala sekolah di seluruh Indonesia untuk setiap saat merazia isi telepon seluler para siswa karena khawatir dengan penyebaran video porno. Jelas sekali kedua pernyataan tersebut memperlihatkan jenis pendekatan yang reaktif seorang menteri ketimbang proaktif. Di tengah ketidakmampuan birokrasi dan para guru kita dalam mendesain dan mengajarkan dokumen tertulis kurikulum secara benar, kasus video porno jelas merupakan peringatan terhadap jajaran Kemendiknas untuk lebih inovatif dan kreatif dalam mendistribusi kebutuhan virtue terhadap setiap mata ajar yang dipelajari siswa di sekolah.
Dengan perkembangan teknologi informasi yang tak mungkin dibendung, jenis kebijakan tentang pendidikan melalui TV dan film tampaknya perlu dipikirkan dengan benar. Jika kita meyakini bahwa pendidikan merupakan sebuah cara paling kuat untuk mengubah struktur budaya masyarakat, kebutuhan untuk menggunakan media massa seperti TV, film, internet, dan surat kabar/majalah dalam rangka menjaga proses terjadinya transplantasi budaya secara benar adalah imperative. Selain itu, kebijakan tentang jenis tayangan yang salah akan mempercepat terjadinya proses inflitrasi budaya satu ke budaya lainnya secara intensif dan dapat menyebabkan terjadinya penghapusan budaya (cultural genocide) secara perlahan-lahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar